Rabu, 11 Januari 2012

Kopassus Pasukan Elite No. 3 Dunia

0 komentar

Siapa tidak kenal pasukan baret merah. Pasukan yang pekan ini berusia 45 tahun itu telah mencatatkan diri sebagai satu “kelompok” elit dalam militer di Indonesia. Berbagai catatan prestasi mereka tunjukkan, di antaranya tugas-tugas kemiliteran yang termasuk berat dan prestisius. Catat saja keberhasilan mereka dalam penumpasan DI/TII, Operasi Talang Betutu untuk mengikis pemberontakan di TT IV, Operasi Pakanbaru yang menggagalkan gerak Armada VII AS, Operasi Penghancuran PRRI/Permesta, Kahar Muzakkar, Operasi Trikora, Operasi Dwikora, penumpasan pengkhianatan G30S/PKI, Operasi Naga dan Pepera di Irian Barat, Operasi Seroja di Timtim, operasi pembebasan sandera di Bandara Don Muang-Thailand, Operasi GPK di Aceh, operasi pembebasan sandera di Mapenduma, serta berbagai operasi militer lainnya.
Tampaknya pasukan ini memang dirancang khusus untuk tugas-tugas demikian. Pembentukannya sendiri, pada tanggal 16 April 1952, di bawah komando divisi Siliwangi, dilakukan untuk persiapan menghadapi operasi DI/TII di Jawa Barat.

Ide tersebut muncul setelah pejabat Indonesia melihat betapa efektifnya pasukan komando dari Gerakan Kemerdekaan Maluku Selatan (RMS) selama pemberontakan itu pecah di Maluku pada tahun 1950.Sehingga Kolonel Alex Evert Kawilarang, Panglima Tentara Terium (TT) III Siliwangi, punya ide membentuk pasukan “elit” itu. Namanya ketika itu Kesatuan Komando Tentara Teritorium (Kesko TT) III dibawah Panglima TT III Siliwangi.

Komandannya adalah Mochammad Idjon Djanbi, mantan kapten KNIL yang disersi yang bernama asli Kapten Rokus Bernardus Visser. Kemudian tanggal 9 Februari 1953, Kesko TT dialihkan dari Siliwangi dan langsung berada di bawah KSAD.
Setelah membuktikan “kegesitannya” dalam berbagai operasi, pada 18 Maret 1953 Mabes ABRI mengambil alih komando Siliwangi dan kemudian mengubah namanya menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD). Tanggal 25 Juli 1955 organisasi KKAD ditingkatkan menjadi Resiman Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang tetap dipimpin oleh Mochammad Idjon Djanbi.

Tahun 1955, KKAD ditingkatkan menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD). Kemudian tahun 1959 unsur-unsur tempur dipindahkan ke Cijantung, di selatan Jakarta. Dan pada tahun 1959 itu pula Kepanjangan RPKAD diubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat. Saat itu organisasi militer itu telah dipimpin oleh Mayor Kaharuddin Nasution. Sepak terjang pasukan ini memang cukup rawan bahaya. Komandan pertama, Idjon Djanbi, terluka dalam operasi DI/TII, dan digantikan Mayor RE Djailani. Dan kemudian, Djailani diganti oleh Kaharuddin Nasution.

Pada tanggal 12 Desember 1966, RPAD berubah pula menjadi Pusat Pasukan Khusus AD (Puspassus AD). Ternyata nama Puspassus AD bertahan selama lima tahun. Tanggal 17 Februari 1971 resimen tersebut kemudian diberi nama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha).
Akhirnya, akibat adanya reorganisasi di tubuh ABRI, sejak tanggal 26 Desember 1986, Kopassandha ini menjadi Komando Pasukan Khusus yang lebih terkenal dengan nama Kopassus.

ABRI selanjutnya melakukan penataan kembali terhadap grup di kesatuan Kopassus. Sehingga wadah kesatuan dan pendidikan digabungkan menjadi Grup 1, Grup 2, Grup 3/Pusdik Pasuss, serta Detasemen 81.
Hingga saat ini Kopassus telah dipimpin oleh 15 orang komandan. Komandan pertama, kedua, dan ketiga, seperti telah disebutkan diatas, yakni masing-masing Mayor MI Djanbi, Mayor RE Djailani, Mayor Kaharuddin Nasution. Kemudian berturut-turut organisasi ini dikomandani oleh Mayor Mung (1958-1964) sebagai komandan keempat, Kolonel Inf. Sarwo Edhie Wibowo (1964-1967) sebagai komandan kelima, Brigjen TNI Widjoyo Suyono sebagai komandan keenam, Brigjen Witarmin komandan ketujuh, Kolonel Inf. Yogie SM dipercayakan menjadi komandan kedelapan, yakni tahun 1975-1983. Lalu komandan ke-9 adalah Kolonel Inf. Wismoyo Arismunandar (1983-1985), komandan kesepuluh dijabat oleh Kolonel Inf Sintong Panjaitan (1985-1987). Komandan kesebelas Brigjen TNI, Kuntara (1988-1992), disusul oleh Brigjen TNI Tarub yang menjabat komandan Kopassus keduabelas (1992-1993). Setelah itu muncul Brigjen TNI Agum Gumelar sebagai komandan ketiga belas (1994-1995). Yang ke-empat belas adalah Brigjen Subagyo HS (kini Pangdam Diponegoro dengan pangkat mayor jenderal). Terakhir sampai saat ini, Kopassus dikomandani oleh Mayjen TNI Prabowo Subianto yang diangkat sejak 17 Nopember 1995, sebagai orang kelima belas memimpin pasukan itu.

Dan mulai tanggal 25 Juni 1996 Kopasuss ini mengalami reorganisasi dan dikembangkan menjadi lima Grup.
Grup 1 Parakomando dipimpin oleh Kolonel Inf Syaiful Rizal yang lokasinya di Serang Jawa Barat.
Grup 2 Parakomando di Kartasura Jawa Tengah yang dipimpin oleh Kolonel Slamat Sidabutar.
Grup 3 Pusdik Passus di Batujajar Jawa Barat yang dipimpin oleh Kolonel Inf Suhartono Suratman.
Grup 4 Sandhi Yudha di Cijantung dipimpin oleh Kolonel Inf Zamroni.
Detasemen 81, unit anti teroris Kopassus, ditiadakan dan diintegrasikan ke grup-grup tadi.

Melihat kiprahnya, tentu tidak berlebihan kalau pasukan ini menjadi pasukan “sangat” elit di ABRI. Untuk mendukung itu berbagai upaya dilakukan, misalnya dengan evaluasi terus-menerus terhadap format organisasinya. Maka itu tidak heran kalau pasukan ini telah mengalami berkali-kali reorganisasi penting. Diantaranya seperti yang terjadi ketika RPKAD diganti menjadi Kopassandha pada tahun 1971 yang sekaligus menyebabkan organisasi itu diperluas dan diorganisir ulang menjadi empat kelompok.

Kelompok I dan III adalah formasi para komando yang terdiri dari unit berukuran batalion. Sedangkan Kelompok II dan IV merupakan unit-unit perang samaran dari kekuatan batalion. Detasemen 81, unit anti teroris, dengan 350 personel, ditambahkan pada tahun 1979.
Operasi utama yang dilakukan pertama waktu itu adalah melawan pembajakan pesawat Woyla dari penerbangan domestik ke Bangkok tahun 1981, yang menyebabkan semua pembajak, kecuali satu, tewas bersamaan dengan salah seorang dari pihak ABRI. Angkatan khusus pada skala ini, membuktikan beban yang terlalu berat pada anggaran pertahanan dan besar angkatan dibagi dua pada tahun 1986 menjadi 3.500 orang.
Catat lagi misalnya pada tahun 1962, setelah kampanye PRRI/Permesta. Pasukan ini dipakai bersama dengan unit-unit lain dari seluruh kedinasan, untuk menginfiltrasi Irian Jaya guna mendukung kampanye pembebasan. Sejak itu mereka disebarkan, secara teratur terutama pada akhir 1983 dan 1984 sewaktu operasi utama terakhir dilancarkan OPM (Organisasi Papua Merdeka).
Angkatan khusus ini juga berperan penting dalam operasi melawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sejak tahun 1976-1978, dan sekali lagi pada akhir 1980-an sewaktu gerakan itu berkobar lagi. Pada tanggal 17 Desember 1992 mereka menembak mati komandan pengawal dari pemimpin politik senior GAM dan seorang pengikutnya.
Dalam operasi di Timor Timur pasukan ini memainkan peran sejak awal. Mereka melakukan operasi khusus guna mendorong integrasi Timtim dengan Indonesia.Secara bawah tanah merekrut, melatih, mempersenjatai, dan memimpin kekuatan anti-Fretilin dalam Operasi Komodo. Dan ketika Timor Timur diinvasi pada tanggal 7 Desember 1975, angkatan khusus ini merupakan angkatan utama yang pertama ke Dili.
Mereka ditugaskan untuk mengamankan lapangan udara. Sementara Angkatan Laut dan Angkatan Udara mengamankan kota. Mereka memainkan peran yang berlanjut sejak itu, dan membentuk sebagian dari kekuatan udara yang mobil untuk memburu Fretilin Lobato pada Desember 1978. Kemudian pada tahun 1992 menangkap penerus Lobato, Xanana Gusmao, yang bersembunyi di Dili bersama pendukungnya.
Kopassus, menurut Robert Lowry yang menulis buku The Armed Forces of Indonesia, pada tahun 1986, ditaksir mempunya kekuatan sekitar 3500 personil. Jumlah itu agaknya masih akan dikembangkan lagi. Kabarnya, perhatian utama Kopassus sekarang ini tercurah untuk tiga daerah dengan masalah keamanan yang masih “berat” yaitu Timor Timur, Aceh, dan Irian Jaya.

Leave a Reply

tatakai blog's